
SINARPOS.com | Cimahi, Kamis (10/07/2025) — Kasus pengeroyokan yang viral dan menghebohkan masyarakat Kota Cimahi kini memasuki babak penting dalam proses penegakan hukum. Salah satu tersangka yang terlibat dalam insiden tersebut, diketahui masih berusia di bawah umur dan berstatus sebagai pelajar aktif. Menanggapi hal ini, kuasa hukum tersangka, Dikdik Sodikin, S.Ip., S.H., menekankan pentingnya perlakuan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak serta pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Dalam pernyataannya kepada media yang disampaikan usai mendampingi orang tua tersangka di salah satu restoran di Kota Cimahi, Didik menegaskan bahwa penanganan perkara harus mengedepankan prinsip keadilan bagi anak. Menurutnya, proses hukum terhadap tersangka berinisial (P), yang masih duduk di bangku kelas 10 SMA swasta, seharusnya dilakukan dengan pendekatan berbeda dibandingkan pelaku dewasa.
“Kami dari tim kuasa hukum fokus memperjuangkan hak-hak anak sebagaimana dijamin dalam **Pasal 11 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Seharusnya penyidik di Polres Cimahi menjalankan prosedur sesuai regulasi khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (ABH),” ujar Dikdik.
Dikdik juga mengungkapkan kendala dalam upaya berkomunikasi langsung dengan tersangka (P) karena keterbatasan waktu dari pihak penyidik.
“Hingga saat ini kami belum diberikan akses untuk bertemu langsung dengan tersangka (P). Kami sudah dua kali mengajukan permohonan untuk wawancara dan komunikasi langsung, tetapi belum dikabulkan. Rencananya besok pukul 10.00 WIB kami akan kembali mengajukan permohonan tersebut,” jelasnya.

Selain itu, pihaknya telah mengajukan penangguhan penahanan dan mendorong penyelesaian perkara melalui pendekatan restoratif dan *diversi, sebagaimana diatur dalam *Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) Nomor 11 Tahun 2012, yang mewajibkan upaya diversi untuk pelaku anak dalam kasus pidana yang ancamannya di bawah tujuh tahun atau bukan kejahatan berat.
“Kami berharap pihak korban dan keluarganya terbuka untuk musyawarah demi solusi terbaik. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal kemanusiaan dan masa depan seorang anak,” tegas Dikdik.
Orang Tua Tersangka Soroti Penahanan Anak yang Tak Layak
Sementara itu, Risnawan, ayah dari tersangka (P), menyampaikan keprihatinannya atas kondisi anaknya selama proses penahanan. Menurutnya, anaknya ditahan bersama tahanan dewasa, yang jelas bertentangan dengan standar perlakuan terhadap anak yang sedang berhadapan dengan hukum.
“Saya sangat khawatir. Anak saya yang masih di bawah umur malah ditahan bersama orang dewasa. Padahal menurut aturan, tempat penahanan anak harus terpisah dan memiliki pendekatan rehabilitatif,” keluh Risnawan.

Ia berharap agar kasus ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan musyawarah, agar anaknya bisa kembali melanjutkan pendidikan dan tidak mengalami trauma berkepanjangan.
“Anak saya masih sekolah dan sedang semangat belajar. Kami mohon agar pihak kepolisian lebih bijak dan mempertimbangkan nasib anak ke depan. Semoga ada jalan damai dan anak saya bisa segera pulang,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi cerminan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan, khususnya terhadap anak-anak. Dalam konteks hukum pidana anak, prinsip perlindungan dan kepentingan terbaik anak (best interest of the child) harus menjadi dasar setiap keputusan hukum.
Baca Juga:
Pakar hukum pidana anak menilai bahwa sistem peradilan harus menghindari pendekatan hukuman yang represif, dan lebih menitikberatkan pada edukasi, pemulihan, serta perlindungan jangka panjang terhadap masa depan anak.
**Red