SEKOLAH RAKYAT, BENTUK DIKOTOMI PENDIDIKAN ?

SEKOLAH RAKYAT, BENTUK DIKOTOMI PENDIDIKAN ?

Sinarpos.com

Sinarpos.com – Baru-baru ini pemerintahan Prabowo telah menggagas Sekolah Rakyat untuk anak orang miskin (kurang mampu) dan Sekolah Garuda Unggul untuk anak orang kaya (mampu) sebagai jalan tengah yang bersifat akomodatif.

Program-program kebijakan ini akan dinarasikan rezim sebagai upaya untuk pemerataan akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sekolah Rakyat dirancang dari jenjang SD, SMP, hingga SMA.

Modelnya adalah pendidikan berasrama 24 jam yang menggabungkan pembelajaran formal, penguatan karakter, hingga orientasi dan matrikulasi. Biaya yang digelontorkan tak tanggung-tanggung . Pada selasa (20/5) Mensos, Syaifullah Yusuf, bersama jajarannya memaparkan kebutuhan anggaran untuk penyelenggaraan program Sekolah Rakyat kepada Komisi VIII DPR RI.

“Anggaran kebutuhan sekolah Rakyat jika mengasumsikan di 100 lokasi untuk tahun ajaran 2025-2025 totalnya Rp 2,3 triliun,” kata Mensos.(Fajar.co.id 23/5/25).

Padahal dengan biaya yang cukup besar tersebut, akan lebih baik apabila pemerintah fokus kepada pengembangan dan perbaikan bagi sekolah-sekolah yang sudah ada.

Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 45, bahwa tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sejatinya pendidikan di Indonesia harus ternikmati oleh segenap lapisan masyarakat di Indonesia. Tanpa harus melihat latar belakang ekonomi masyarakat miskin atau kaya. Adanya gagasan dari pemerintah yang mengelompokan antara sekolah si miskin dan si kaya, dengan didirikannya sekolah Rakyat yang diperuntukan bagi masyarakat miskin dan sekolah Garuda Unggul bagi masyarakat mampu (kaya) adalah salah satu bentuk dikotomi pemerintah di bidang pendidikan.

Hal demikian memungkinkan akan menciptakan kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya semakin terbuka lebar. Rentan terjadi klasifikasi masyarakatdalam pendidikan.Sejatinya program tersebut hanyalah program populis yang tidak menyelesaikan akar masalah, namun hanya sekedar tambal sulam dalam sistem kapitalisme.

Karena akar masalah sesungguhnya yang terjadi di masyarakat adalah kesenjangan ekonomi, kondisi masyarakat yang berperan sebagai pencari nafkah tidak berdaya,karena sulitnya lapangan pekerjaan yang tersedia.

baca juga:

Disparitas Pendidikan dan Kebergantungannya pada Perekonomian

Hal demikian berdampak pada kelangsungan dan keberhasilan pendidikan. Karena antara pendidikan dan ekonomi masyarakat itu sangatlah erat kaitannya dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Faktor ekonomi dan sulitnya orang tua mencari nafkah menjadi penyumbang terbanyak pada tingginya angka anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia.

Selama ini intervensi pemerintah di bidang pendidikan berupa dana BOS dan KIP bagi keluarga miskin hanya menjadi bantalan ekonomi keluarga yang tidak menghilangkan akar masalah kemiskinan dan ketimpangan Pendidikan.

Faktor ekonomi dan mencari nafkah merupakan bukti pendidikan sebagai komoditas mahal yang tidak bisa diakses oleh seluruh rakyat di negeri ini.Pendidikan di dalam Islam adalah hak dasar anak bahkan hak-hak syar’i warga negara sebagaimana kesehatan dan keamanan.

Negara secara langsung bertanggungjawab memenuhi seluruh kebutuhan dasar publik di mana negara sebagai penyelenggara sekaligus memenuhi pembiayaan dari Baitul Maal. Tidak ada dikotomi akses pendidikan bagi anak orang kurang mampu dan anak orang kaya baik di kota maupun di daerah pinggiran yang jauh dari pusat kota.

Sistem ekonomi Islam diterapkan sebagai supra struktur dan menyokong sistem pendidikan.Pemimpin bertanggung jawab penuh dalam meri’ayah seluruh rakyat nya tanpa kecuali. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits yang artinya :

“Imam (khalifah) adalah pemelihara, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

baca juga:

Menakar Pemerataan Pendidikan Melalui Penambahan Jumlah Sekolah

Pemimpin wajib untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan di seluruh pelosok negeri, sehingga tidak terjadi ketimpangan antara siswa yang belajar di pusat kota dan di daerah pelosok yang terpencil. Hasilnya akan tercipta pendidikan yang bertujuan untuk mencetak generasi subyek peradaban.

Generasi – generasi pencetak peradaban di masa mendatang, generasi bersyakhshiyah Islam yang menguasai ilmu terapan serta dipersiapkan untuk mengagungkan peradaban Islam dan siap berdakwah dlke seluruh penjuru dunia.

Pendidikan Islam justru akan menjadi mercusuar dunia, kiblat masyarakat internasional. Generasi Muslim akan hadir sebagai penjaga dan pembentuk peradaban Islam yang mulia.

Melalui penerapan islam secara kaffah akan terwujud seperangkat hukum yang menyelesaikan masalah mulai dari akar sampai ke cabang-cabangnya. Hukum ini diterapkan oleh penguasa yang tidak cukup bertanggung jawab terhadap rakyat, melainkan juga bertanggung jawab langsung kepada Allah Taala.Negara yang mampu melakukan fungsi besar itu, mau tidak mau adalah negara yang kuat, memiliki ideologi yang dipegang erat, ideologi yang terpancar dari suatu akidah yang tidak lagi goyah. Wallahu ‘alam bi ashowab

Oleh : Teti Banowati Amd (Pendidik Generasi)